Selasa, 20 Mei 2014

kritik psikologi islam terhadap psikologi barat





KRITIK PSIKOLOGI ISLAM TERHADAP PSIKOLOGI BARAT( PSIKOANALISIS )

Makalah
DisusunGunaMemenuhiTugas Tengah Semester Gasal
Mata Kuliah: Psikologi  Islam
DosenPengampu :Fatma Laili Khoirun Nida, S.Ag, M.Si










Disusunoleh:
EkoKurniaSukmasari
112248


 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
2013

BAB I
PENDAHULUAN

I.         LATAR BELAKANG
Ketika psikologi lahir sebagai disiplin ilmu tersendiri di jerman pada pertengahan abad XIX, tugas yang didefisinikannya adalah menganalisis kesedaran manusia dewasa yang normal.[1]  Psikologi sebagai suatu ilmu  merupakan ilmu yang relatif muda apabila dibandingkan dengan ilmu – ilmu yang lain. Namun demikian psikologi telah lama dibicarakan oleh para ahli. Psikologi mengonsepsikan kesadaran sebagai suatu yang terdiri dari unsur – unsur struktural yang berkaitan erat dengan proses – proses pada organ – organ indra.  Tugas psikologi adalah menemukan unsur- unsur dasar dari kesadaran dan menentukan bagaimana unsur – unsur tersebut membentuk himpunan kesatuan. Kala itu psikologi masih disebut sebagai ilmu kimia mental.
Keberatan –keberatan terhadap spikologi seperti ini datang dari banyak arah dan dengan berbgai alasan. Ada orang – orang yang menentang tekanan esklusif pada struktur dan menyatakan dengan sangat gigih bahwa ciri- ciri menonjol dari pikiran sadar adalah proses – prosesnya yang aktif dan bukan isi- isinya yang pasif. Dan kelompok yang mengatakan seperti ini ingin menjadikan pokok bahasan ilmu psikologi. Orang – orang yang menentang dengan menyatakan bahwa pengalaman pengalaman sadar tidak dapat dipisah – pisahkan tanpa menghancurkan hakikat pengalaman itu sendiriyakni sifat keseluruhannya. Mereka mengatakan bahwa kesadaran langsung terdiri dari pola – pola atau konfigurasi – konfigurasi, bukan unsur –unsur yang digabungkan menjadi satu. Serangan freud terhadap psikologi tradisional tentang kesadaran datang dari arah yang agak berbeda.ia membandingkan jiwa dengan gunung es dimana bagian lebih kecil yang muncul dipermukaan air itu mengambarkan kesadaran, sedangkan masa yang jauh lebih besar dibawah permukaan air menggambarkan daerah ketidaksadaran. Dalam daerah ketidaksadaran ini ditemukan dorongan – dorongan, nafsu – nafsu, ide – ide dan perasaan – perasaan yang ditekan suatu dunia bawah yang besar berisi kekuatan – kekuatan vital dan tak kasat mata yang melaksanakan kontrol pentingatan atas pikiran – pikiran dan perbuatan – perbuatan sadar individu.[2] Tetapi dalam perkembangan berikutnya , gugatan – gugatan tidak hanya dialamatkan pada epistemologi dalam psikologi. Gugatan – gugatan juga dialamatkan pada asumsi – asumsi dasar, teori – teori dan penerapan – penerapan barat. Psikoanalisis sebagai sebuah aliran besar dalam psikologi mempunyai jasa besar untuk mengungkap aspek ketidaksadaran ( unconcious) manusia disamping aspek kesadaran yang telah menjadi bahan perhatian psikoanalisis sebelum sigmund freud.[3] Temuan freud tentang ketidak sadaran ini sebagai temuan besar dalam psikologi modern. Sedangkan psikologi islamtampak lebih luas jangkauannya, karena dapat menampung berbagai pemikiran baik dari agama islam sendiri, maupun dari luar. Sumber – sumber pemikiran dari luar islam perlu dipertimbangkan mengingat bahwa pada hakekatnya esensi nilai – nilai islami itu sendiri. Psikologi islam ini dapat menghindarkan esklusivitas psikologi alternatif yang sedang dibangun. Dan ini juga tidak akan membatasi sumber pemikiran pada ayat – ayat Al-Qur’an, tetapi juga mencakup hadist- hadist rosululloh, maupun hasil pemikiran para ulama dan ilmuwan muslimbaik yang klasik maupun kontemporer.

II.      RUMUSAN MASALAH
1.      Sejarah psikoanalisis?
2.      Pengertian Psikoanalisis dan hasil pemikirannya?
3.      Bagaimana kritik psikologi islam terhadap psikologi barat ( psikoanalisis)?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Psikoanalis
Sigmund freud lahir di Moravia, 6 mei 1856 dan wafat di london, 23 september 1939. Sebagai seorang pemuda ia memutuskan ingin menjadi seorang ilmuwan dan dengan tujuan ini dibenaknya, ia memasuki sekolah kedokteran di universitas Wina tahun 1973 dan ia tamat 8 tahun kemudian. Minat freud pada neorologi menyebabkan ia menspesialisasikan diri dibidang perawatan gangguan – gangguan saraf sebuah cabang ilmu kedokteran yang ketinggalan ditengah  gerak maju di kalangan seni penyembuhan selama abad XIX. Untuk meningkatkan ketrampilan – ketrampilan teknisnya, freud belajar selama satu tahun pada psikiater perancis yang terkenal, Jean Charcot yang menggunakan hipnotis untuk penyembuhan histeria. Meskipun freud mencoba hipnotis dengan pasien – pasiennya, namun ia tidak yakin dengan keberhasilannya. Karena itu ketika ia ia mendengar metode baru yang dikembangkan oleh seorang dokter Wina, Joseph Breuer, suatu metode dimana pasien disembuhkan dengan cara simton – simton dengan cara mengungkapkannya, ia mencobanya dan melihat cara itu efektif. Breuer dan Freud bekerjasama menulis beberapa kasus – kasus histeria mereka yang berhasil disembuhkan dengan teknik pengungkapan.[4] Dalam tahun 1895 freud dan breuer mempublikasikan “ studies on hysteria” yang dipandang sebagai permulaan dari psikoanalisis.[5] Dalam perjalanan kerjanya freud mendapatkan bahwa impian dari pasiennya dapat memberikan sumber mengenai emotional material yang bermakna. Freud  kemudian mempublikasikan bukunya “ the interpretation of dreams” yang dianggap sebagai kerja besar freud. Tahun – tahun awal sebagai mahasiswa dan meneliti kedokteran,pengaruh yang menentukan dari fisiolog besar berkebangsaan jerman, Ernest Bruke yang merupakan salah seorang memimpin di sekolah kedokteran dan dari sini freud belajar memandang individu sebagai sistem dinamikyang tunduk pada hukum – hukum alam.

B.     Pengertian dan hasil pemikiran  Psikoanalisis
Sigmund freund  Merupakan tokoh psikoanalisis atau biasa disebut juga aliran psikologi dalam ( depth psychology) mengemukakan 2 bagian yaitu kesadaran ( the conscious) dan  ketidaksadaran ( the unconscious), yang  secara skematis mengambarkan jiwa sebagai sebuah gunung es. Dimana bagian yang muncul dipermukaan air adalah bagian terkecil, yaitu puncak dari gunung es itu yang dalam hal kejiwaanadalah bagian kesadaran (consciousness). Agak dibawah permukaan air adalah bagian yang disebut nya prakesadaran atau “ subconsciousness” atau preconsciousness”. Yang mengandung insting – insting yang mendorong semua perilaku manusia. Tidak seperti dalam ketidaksadaran maka dalam preconscious materinya belum direpres, sehingga meterinya dapat mudah ditmbulkan dalam kesadaran.[6] Sebagian besar dari dorongan – dorongan yang berasal dari ketidak sadaran itu memang harus tetap tinggal dalam ketidaksadaran, tetapi mereka ini tidak tinggal diam, melainkan mendesak terus dan kalau “ego” tidak cukup kuat menahan desakan ini akan terjadilah kelainan – kelainan kejiwaan seperti psikoneurose atau psikose. Dorongan – dorongan yang terdapat dalam ketidaksadaran sebagian adalah dorongan – dorongan yang sudah ada sejak manusia lahir, yaitu dorongan seksuil dan agresi, sebagian lagi berasal dari pengalaman masa lalu yang pernah terjadi pada tingkat kesadaran dan pengalaman itu yang bersifat traumatis ( mengogoncangkan jiwa), sehingga perlu ditekan dan dimasukkan dalam ketidaksadaran.[7]Teori psikoanalisa Freud dapat berfungsi sebagai 3 mmacam teori, yaitu:[8]
1.      sebagai teori kepribadian
2.      sebagai teknik analisa kepribadian
3.      sebagai metode terapi ( penyembuhan)
Freud kemudian membagi kepribadian menjadi 3 sistem pokok, yaitu: id, ego dan superego. Meskipun masing – masing bagian dari kepribadian total ini mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme,dan mekanismenya sendiri, namun mereka berinteraksi begitu erat satu sama lain sehingga sulit ( tidak mungkin) untuk dipisahkan  pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku hampir semua merupakan produk dari interaksi ketiga sistem tersebut, jarang salah satu berjalan terlepas dari kedua sistem lainnnya. Id merupakan sistem kepriadian yang asli, id merupakan rahim tempat ego dan superego berkembang. Id  berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk insting – insting. Id merupakan reservior energi spikis dan menyediakan seluruh daya untuk menjalankan kedua sistem yang lain. Id berhubungan erat dengan proses - proses jasmaniah dari mana id mendapatkan energinya. Freud juga menyebut id sebagai kenyataan psikis yang sebenarnya, karena id mempresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif. Ia tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya seagai keadaan- keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila tegangan organisme meningkat, entah sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan- rangsangan yang timbul dari dalam, maka id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan. Prinsip reduksi tegangan yang merupakan cara kerja id disebut prinsip kenikmatan ( pleasure principle).
Untuk melaksanakan tugasnya id memiliki dua proses yaitu tindakan refleks dan proses primer. Tindakan – tindakan refleks adalah reaksi – reaksi otomatik dan bawaan seperti kedip dan bersin, tindakan – tindakan refleks itu biasanya segera mereduksikan tegangan. Sedangkan proses primer menyangkut suatureaksi psikoanalogis yang sedikit lebih rumit. Ego ( sadar akan realitas), ego timbul karena kebutuhan –kebutuhan organisme memerlukan transaksi – transaksi yamg sesuai dengan dunia kenyataan yang objektif.disebut juga bahwa ego adalah sistim dimana kedua dorongan dari id dan seperego beradu kekuatan. Fungsi ego adalah menjaga keseimbangan antara dua sistim yang lainnya, sehingga tidak terlalu banyak dorongan dari id yang dimunculkan ke kesadaran, sebaliknya tidak semua dorongan superego saja yang terpenuhi.[9] Ego sendiri tidak mempunyai dorongan dorongan atau energi. Ia hanya menjalankan prinsip kenyataan ( relity principle), yaitu menyesuaikan dorongan – dorongan id atau super ego dengan kenyataan didunia luar. Ego adalah salah satu sistem yang langsung berhubungan dengan dunia luar, karena itu ia dapat mempertimbangkan faktor kenyataan ini. Ego yang lemah tidak dapat menjaga keseimbangan antara superego dan id, tetapi jika ego terlalu dikuasai oleh dorongan – dorongan id saja, maka orang itu akan menjadi psikoneurose ( tidak dapat menyalurkan sebagian besar dorongan – dorongan primitifnya).[10]
Ego dikatakan mengikuti prinsip kenyataan , dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objekyang cocok untuk pemenuhan kebutuhan. Proses sekunder adalah berfikir realistik. Dengan prose sekunder, ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji rencana ini, biasanya melalui suatu tindakan, untuk melihat pakah rencana itu berhasil atau tidak. Ego juga disebut eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu – pintu ke arah tindakan, memilih segi – segi lingkungan ke mana ia akan memberikan respon, dan memutuskan insting – instingmanakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Dalam melaksanakan fungsi – fungsi eksekutif yang sangat penting ini, ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan id, superego, dan dunia luar yang sering bertentangan. Hal ini bukanlah suatu tugas yang mudah dan sering menimbulkan tegangan berat pada ego. Namun harus diingat, ego merupakan bagian id yang terorganisasi yang hadir untuk memajukan tujuan – tujuan id. Ego tidak terpisah id dan tidak pernah terbebas dari id. Peran utamanya adalah menengahi kebutuhan – kebutuhan instingtif dari organisme dan kebutuhan – kebutuhan lingkungan sekitarnya, tujuan – tujuannya yang sangat penting adalah mempertahankan kehidupan individu. Super ego adalah perwujudan internal dari nilai – nilai dan cita – cita tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orang tua terhadap anak, dan dilaksanakan dengan cara memberikan hadiah – hadiah atau hukuman – hukuman. Superego adalah wewenang moral dari kepribadian, ia mencerminkan yang ideal dan bukan yang real, dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Sedangkan didalam buku psikologi mengatakan bahwa super ego adalah suatu sistim yang merupakan kebalikan dari id. Sistem ini sepenuhnya dibentuk olah kebudayaan.[11] Perhatian utama super ego adalah memutuskan sesuatu apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia bertindak sesuai dengan norma – norma moral yang diakui pleh wakil – wakil masyarakat.
Fungi – fungsi pokok super ego[12]:
1)      merintangi impuls – impuls id, terutama impuls – impuls seksual dan agresif.
2)      Mendorong ego untuk memberikan tujuan – tujuan realistis dengan ujuan – tujuan moralistis.
3)      Mengajar kesempurnaan.
Jadi superego cenderung untuk menentang baik id maupun ego, dan membuat dunia menurut gambarannya sendiri. Akan tetapi superego sama seperti id bersifat tidak rasional dan sama seperti  ego, superego melaksanakan kontrol atas insting – insting. Tidak seperti ego, super ego tidak hanya menunda pemuasaan insting akan tetapi superego tetap berusaha untuk merintanginya.Selanjutnya freud juga mengatakan bahwa untuk menyalurkan dorongan – dorongan primitif  yang tidak bisa dibenarkan oleh superego. Ego mempunyai cara – cara tertentu yang disebut mekanisme pertahanan, yang berguna untuk melindungi ego dari ancaman dorongan primitif yang tidak diizinkan muncul oleh superego. Sembilan mekanisme yang dikemukakan oleh freud adalahRepresi, Pembentukan reaksi, Proyeksi, Penenmpatan yang keliru, Rasionalisasi, Supresi, Sublimasi, Kompensasi, Regresi.
Dalam teori psikoanalisa sebagai teori kepribadian freud selanjutnya mengatakan bahwa pada setiap orang terdapat seksualitas kanak – kanak yaitu dorongan seksuil yang sudah terdapat pada bayi. Dorongan ini akan berkembang terus menjadi dorongan seksuil pada orang dewasa, melalui beberapa tingkat perkembangan yaitu: phase oral, phase anal, phase phalic, phase latent, phase genital. Psikoanalisa ini sebagai teori kepribadian dapat pula berfungsi sebagai teknik analisa kepribadian.Perwujudan psikologisnya disebut hasrat sedangkan rangsangan jasmaniah dari hasrat disebut kebutuhan.

C.    Kritik psikologi islam terhadap psikologi barat ( psikoanalisis)
Psikoanalisis merupakan aliran psikologi yang dikembangkan oleh freud, berpandangan bahwa manusia adalah makhluk hidup atas berkerjanya dorongan  dorongan  id dan memandang manusia sangat ditentukan oleh masa lalunya. Dimana teori ini mengungkapkan bahwa satu – satunya hal yang mendorong kehidupan manusia adalah id( libido seksualita) adalah teori yang mendapat tantangan keras.[13] Padahal harus diakui bahwa manusia adalah makhluk tuhan yang sangat kompleks, memiliki begitu banyak dimensi kebutuhanuntuk mengisi kehidupannya.  Dengan teori freud itu juga manusia diibaratkan tidak lagi berbeda dengan makhluk hewan yang bergerak hanya atas dasar instingnya saja, sebagai makhluk yang berakal dan memiliki keyakinan agama tentunya pandangan ini perlu dikritik karena manusia tidak mau dan tidak disamakan begitu saja dengan hewan. Sedangkan menurut psikologi islam ada potensi lain yang harus dilihat melalui dimensi berbeda antara manusia dan hewan yang berinsting. Akumulasi dari insting manusia yang mengarah pada suatu dorongan untuk bertindak harus diyakini merupakan hasil dari suatu wujud yang sudah diintegrasikan melalui olah akal, sentuhan rohani dan landasan agama dan moral . sedangkan insting hewani adalah potensi yang tidak mendapat imbuhan tersebut sehingga tetap dalam bentuknya yang paling dangkal, tidak terolah, namun vegetatif perlu dipertahankan demi kelangsungakn makhluk itu.[14]
Hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, seperti firman allah:
“ apakah kamu mengira, kemi ciptakan kamu untuk permainan, dan tiada dikembalikan kepada kami ( guna perhitungan). (QS. Al- Mu’minun: 115).
Sedangkan pada surat Al-Baqarah ayat 30 dipertegas bahwa manusia adalah khalifah yang dimaksudkan sebagai pengelola dimuka bumi. Manusia sebagai bani adamtelah diberikan kelebihan – kelebihan seperti yang difirmankan allah swt pada surat Al- Isra, ayat 70, yang artinya; “ dan sesungguhnya kami telah memuliakan anak – anak adam ( manusia). Serta ayat 61 yang artinya “ kami angkat manusia didaratan dan dilautan, kami berikan mereka rizki dari yang baik – baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”.[15]
Dimana teori freud ini hanya menjelaskan adanya kebutuhan yang paling mendasar dari manusia yaitu kebutuhan fisiologis dan tak mampu memberikan penjelasan untuk empat kebutuhan seseorang akan aktualisasi  diri atau juga kebutuhan untuk beragama. Teori ini tak mampu menjelaskan tentang dorongan yang dimiliki muslim untuk mendapat ridho allah swt.Dalam menyumbangkan potensinya manusia tidak terlepas dari peraturandanpetunjuk hidup yang diturunkan oleh allah swt dalam surat Al-Imran ayat 164 dan surat An-Nisa’ ayat 165. Bila ia berhasil mengikuti aturan tersebut serta mengembangkan tanggung jawab, berarti ia dapat menempatkan dirinya sebagai makhluk yang terpilih, sebaliknya bila ia gagal, maka ia menjelma menjadi lebih rendah daripada hewan, ( QS. Al- Furqon 43-44 dan QS. Al-A’raf 179).
Tidak semua konsep freud harus dicurigai sebagai hal yang kurang mengena bagi sudut pendekatan psikologi islami. Bila dikaji lebih jernih kita bisa sepakat bahwa manusia memiliki potensi dan kekuatan dalam dirinya, entah itu berupa kebutuhan, dorongan, atau implus yang mengarahkan individu pada suatu bentuk tindakan yang bisa terorganisir atau juga tidak teroganisir. Jadi pendapat ini bahwa manusia digerakkan oleh insting untuk hidup dan mati, merupakan suatu kekuatan atau potensi dasar yang membuat manusia mau bergerak dalam kehidupan dan mencari sasaran dan tujuan hidupnya. Pemahaman ini dapat di artikan sebagai nafs dengan penjabaran bentuk dan subtansinya ( QS. Yunus 53). Namun nafs ini dapat diarahkan kepada kemanusiaan setelah mendapat pengaruh besar dari dimensi yang lain seperti al-‘aql, al- qlb, ar-ruh, dan al-fitrah. Ini dapat dipahami berdasarkan telaah terhadap konsapp nafs dalam Al- Qur’an sebagaimana telah dijelaskan bahwa nafs adalah daya – daya psikis yang memiliki dua kekuatan ganda yaitu daya al-ghadabiyyah dan daya al syahwaniyah.[16] Jika manusia dikendalikan oleh nafsunya, maka pada prinsipnya kepribadiannya tidak lain adalah kepribadian binatang, bahkan lebih jauh lagi. Dalam Al-Qur’an telah dipertegas mengenai nafs didalam ayat yang artinya:
“ dan sesunnguhnya kami masukkan kebanyakan manusia dan jin kedalam neraka jahanam, karena mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak mempergunakannya, mereka itu sama seperti binatang, bahkan mereka lebih dari itu lagi. Maka mereka itu adalah orang – orang yang lalai. (QS. Al-A’raf, 179).
Menurut freud setiap individu mengalami perkembangan tahap – tahap oral, anal, falik, latensi serta tahap genital. Tahap perkembangan ini tentu saja tidak lengkap, karena hanya membahas tumbuh kembang id ( syahwat) saja. Dalam salah satu ayat ( QS. 87:3) Allah mengemukakan bahwa manusia diberi hidayah  yang berupa dorongan, kecenderungan, kemampuan dan petunjuk, dalam menjalani kehidupan . salah satu jenis hidayah adalah insting atau gharizah. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia lahir membawa fitroh dan juga bekal syahwat. Dalam hal ini allah melengkapi manusia dengan kemampuan membedakan kedua jalan yang berbeda yang dijelaskan dengan sangat jelas.[17]
Sigmund freud juga memiliki konsep ego yang cenderung  mengikuti prinsip –prinsip yang realitis, obyektif, rasional dan proporsional. Tetapi batasan dan wawasan ego ini sama sekali tidak bisa disamakan dengan kecenderungan yang cocok dengan fitrah dan takwa. Konsep egonya freud tidak mengenal kebenaran allah, tujuan hidup akhirat atau tujuan mencari ridha allah. Konsep ikhlas yang dimengerti freud dan penganutnya adalah ikhlas dalam batasan komprofesional materialistik  atau kepuasaan – kepuasaan lain yang disetujui kecenderungan – kecenderungan psikis yang dihayatinya di luar konteks ridha allah.yang ghoibseperti yang diajarkan agama ( akhirat, allah, ridha allah) bagi freud tidak ada dan tidak ada gunanya untuk dipertimbangkan, karena menurut mereka bukan tuhan yang menciptakan manusia tetapi fantasi manusialah yang menciptakan tuhan secara imajiner.  Freud terus membuktikan bahwa agama dalah sebuah ilusi. Seelanjutnya freud menyatakan bahwa agama adalah bahaya yang mengancam umat manusia, karena agama cenderung mensucikan institusi – institusi buatan manusia, lebih lanjut freud mengatakan bahwa agama telah membuat manusia tidak dapat berfikir, oleh sebab itu agama harus bertanggung jawa terhadap kemunduran kemampuan intelektual manusia. Berdasarkan pernyataan ini terlihat dengan jelas bahwa sumber kebenaran perilaku beragama yang diyakini oleh freud adalah pengalaman. Sedangkan dalam pemahaman perilaku beragama sekurang – kurangnya ada dua cara pandang yang dapat dilakukan yaitu agama sebagai ajaran dan agama sebagaimana yang dipahami dan diamalkan.
Agama sebagai ajaran bersifat absolut dan abadi dalam setiap waktu dan tempat. Dalam hal ini sumber agama adalah wahyu yang berasal dari allah. cara memeperolehnya adalah melalui keimanan yang tidak terjangkau sama sekali dalam epistemologi yang dikembangkan oleh sigmund freud. Agama sebagaimana yang dipahami dan diamalkan orang memang sifatnya empiris dan historis. Pengalaman – pengalaman agama dapat dilihat dengan mempergunakan metodologifenemenologi , dan dalam hal ini syah – syah saja metode psikoloanalisa dipergunakan untuk melihat perilaku agama. Namun demikian, harus diingat bahwa pengalaman dan pemahaman keagamaan seseorang bukanlah menunjukkan kebenaran agama yang dianutnya. Karena pengalaman dan pemahaman keagamaan tentang apa – apa saja termasuk agama dipengaruhi oleh banyak faktor. Kebenaran pengalaman dan pemahaman keagamaan sangat terikat dengan ruang dan waktu dimana orang atau kelompok orang itu hidup. Oleh karena itu, perilaku beragama seseorang bisa membawanya kepada perilaku yang sesuai dengan ajaran agamadan sebaliknya juga dapat berbeda dengan ajaran itu sendiri. Jadi perilaku agama seseorang tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk menyimpulkan bahwa ajaran agama sama seperti perilaku beragama itu. Carl Gustav Jung seorang ahli psikoanalisa yang merupakan murid dari freud mengatakan bahwa agama merupakan salah satu bentuk yang membersit dari bawah sadar manusia, namun pernyataan bahwa semua kandungan bawah sadar hanya terbatas pada kecenderungan – kecenderungan seksual yang lari dari kesadaran manusia menuju bawah sadarnya, hal ini tidak dapat dibenarkan.[18] Manusia memiliki jiwa batin dan eksistensi bawah sadar yang fitri dan alami yang kandungannya tidak hanya berasal dari pengalaman yang bersifat eksternal saja seperti yang dipahami Sigmund Freudkemudian tidak ditemukan hal – hal yang fitri dalam teori freud, dan ada satu indikasi yang tidak disadari oleh jung yaitu adanya sumber keimanan di dalam jiwa manusia.  Dan  psikologi islam memahami konsep tentang fitrah manusia berpendapat bahwa ketika terjadi konsepsi manusia, maka dalam dirinya dilekatkan adanya kecenderungan untuk kembali kepada tuhan, kembali kepada kebenaran sejati. Pandangan ini dengan jelas menyuratkan bahwa ketika seseorang dilahirkan, ia tidak hanya dipenuhi dengan id ( insting), toeri ini juga dipenuhi dengan nurani yang berfungsi untuk memanggil manusia untuk kembali kepada kebenaran.
Psikologi islam berusaha untuk mengembalikan keutuhan totalitas manusia serta meluruskan arah dan tujuan ilmu  untuk menyejahterakan manusia lahir maupun batin, individual maupun sosial serta didunia maupun akhirat. Psikoanalisis masih sangat sempit, hanya mengungkap model manusia fajir dan itupun masih menjangkau bagian kecildari keseluruhan penyimpangan manusia.























BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Sejarah psikoanalisis
Karena itu ketika ia ia mendengar metode baru yang dikembangkan oleh seorang dokter Wina, Joseph Breuer, suatu metode dimana pasien disembuhkan dengan cara simton – simton dengan cara mengungkapkannya, ia mencobanya dan melihat cara itu efektif. Breuer dan Freud bekerjasama menulis beberapa kasus – kasus histeria mereka yang berhasil disembuhkan dengan teknik pengungkapan. Dalam tahun 1895 freud dan breuer mempublikasikan “ studies on hysteria” yang dipandang sebagai permulaan dari psikoanalisis.
2.      Pengertian dan pemikiran psikoanalisis
Sigmund freund  Merupakan tokoh psikoanalisis atau biasa disebut juga aliran psikologi dalam ( depth psychology) mengemukakan 2 bagian yaitu kesadaran ( the conscious) dan  ketidaksadaran ( the unconscious), yang  secara skematis mengambarkan jiwa sebagai sebuah gunung es. Dimana bagian yang muncul dipermukaan air adalah bagian terkecil, yaitu puncak dari gunung es itu yang dalam hal kejiwaanadalah bagian kesadaran ( consciousness). Agak dibawah permukaan air adalah bagian yang disebut nya prakesadaran atau “ subconsciousness” atau preconsciousness”. Freud kemudian membagi kepribadian menjadi 3 sistem pokok, yaitu: id, ego dan superego.
3.      Kritik psikologi islam terhadap psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan aliran psikologi yang dikembangkan oleh freud, berpandangan bahwa manusia adalah makhluk hidup atas berkerjanya dorongan  dorongan  id dan memandang manusia sangat ditentukan oleh masa lalunya. Dimana teori ini mengungkapkan bahwa satu – satunya hal yang mendorong kehidupan manusia adalah id( libido seksualita). Padahal harus diakui di dalam psikologi islam  bahwa manusia adalah makhluk tuhan yang sangat kompleks, memiliki begitu banyak dimensi kebutuhan untuk mengisi kehidupannya. Sedangkan pada surat Al-Baqarah ayat 30 dipertegas bahwa manusia adalah khalifah yang dimaksudkan sebagai pengelola dimuka bumi. Manusia sebagai bani adam telah diberikan kelebihan – kelebihan seperti yang difirmankan allah swt pada surat Al- Isra, ayat 70, yang artinya; “ dan sesungguhnya kami telah memuliakan anak – anak adam ( manusia). Serta ayat 61 yang artinya “ kami angkat manusia didaratan dan dilautan, kami berikan mereka rizki dari yang baik – baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”.

B.     PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan, semoga dapat bermanfaaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua. Saya menyadari bahwa didalam makalah ini banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi kesempurnaan makalah ini dan makalah – makalah selanjutnya.














DAFTAR PUSTAKA

Ancok, djamaluddin dan Fuad Nasroni,Psikologi islami, Yogyakarta, cet.5, Pustaka Pelajar, 2005
Ancok. Djamaludin, Membangun Paradigma Psikologi Islam, Yogyakarta: Sipress, 1994
Ancok. Djamaludin, Membangun Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta, Sippres, cet. 2, 1996
Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005
Hall. S Calvin dan Gardner Lindzey, Teori – teori Psikodinamik (klinis), Yogjakarta:Kanisius ( anggota IKAPI),1993
Nawawi, Rifaat Syauqi,dkk, Metodologi Psikologi Islam, Yogyakarta, Pustaka pelajar, 2000
Sarwono, Sarlito Wirawan, Perkenalan dengan Aliran – Aliran dan tokoh – tokoh Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi. 1980


[1]Hall. S Calvin dan Gardner Lindzey, Teori – teori Psikodinamik (klinis), Yogjakarta:Kanisius ( anggota IKAPI),1993,hal.17
[2]Ibid, hal. 60
[3]Ancok. Djamaludin, Membangun Paradigma Psikologi Islam, Yogyakarta: Sipress, 1994,hal. 46
[4]Hall. S. Calvin, loc cit, hal. 61
[5]Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi. 1980, hal.61
[6]Ibid, hal. 62
[7]Sarwono, Sarlito Wirawan, Perkenalan dengan Aliran – Aliran dan tokoh – tokoh Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Hal. 177

[9]Ibid,hal. 178
[10]Muzdalifah, psikologi, hal. 43
[11]Ibid, hal. 42
[12]Hall. S. Calvin, loc cit, hal. 67
[13]Ancok, djamaluddin dan Fuad Nasroni,Psikologi islami, Yogyakarta, cet.5, 2005, Pustaka Pelajar, hal. 67
[14]Nawawi, Rifaat Syauqi,dkk, Metodologi Psikologi Islam, Yogyakarta, Pustaka pelajar, 2000, Hal. 50
[15]Ibid
[16]Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, hal. 66
[17]Ancok. Djamaludin, Membangun Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta, Sippres, cet. 2, 1996, hal. 59
[18]Baharuddin, op cit, hal.123